Setelah kegiatan bersepeda Cakwes Family Bike mengalami banyak penundaan, karena berbagai kesibukan dari masing-masing anggota tentunya, akhirnya Selasa (2/6/2015) kegiatan bersepeda ke luar kota dieksekusi juga. Kali ini temanya seperti yang sudah disepakati sebelumnya yaitu Uma Buntar Revisited alias rute ByPass - Pemulung - Uma Buntar - Klungkung - Semongkat Sampar - Brang Pelat - Pelat dan kembali ke markas.
 |
Actual Route Uma Buntar Revisited |
Sebetulnya agenda bersepeda ke luar kota ini nyaris gagal lagi, karena sampai dengan Senin malam pun sewaktu kumpul-kumpul di rumah Almos belum ada kesepakatan. Ketum yang masih ragu-ragu dengan adanya acara kawinan di Klungkung, Arie300 yang kecapean karena baru pulang dari Lunyuk, Moleq dan Sencong yang merasa kurang pas kalo tidak semua anggota ikut, menjadikan agenda bersepeda Cakwes Family Bike tidak menentu, meski sebelum berpisah dan pulang ke rumah masing-masing commit untuk bersepeda besok pagi.
Selasa pagi, Almos bangun jam setengah 6, prepare sepeda dan toolkit, tapi belum ada bunyi whatsapp mengenai kesiapan bersepeda dari anggota yang lain. Ketum yang biasanya pagi juga belum ada kabarnya. Menjelang jam 06.00 WITA, Almos sudah siap di markas, anggota yang lain belum juga ada kabar beritanya. Pas mau keluar gerbang ada Moleq lewat jalan-jalan pagi, rupanya dia juga tidak siap karena mau ke acara kawinan pukul 09.00 WITA di Lopok. Aih... terpaksa rute SPG lagi pikir Almos yang kali ini harus bersepeda sendiri. Baru saja Almos mau berangkat tiba-tiba RockinMaster datang dengan Premier 3.0 baru warna hitam. Sangar, lengkap dengan topi cowboy-nya. Sementara itu Moleq terlihat lewat depan markas kembali ke rumahnya sambil membawa sepeda Arie300 yang izin untuk tidak ikut serta karena masih kurang sehat. Tak lama Sencong dan Ketum pun datang. Akhirnya disepakati untuk mengeksekusi rute Uma Buntar, dan perjalananpun dimulai.
 |
Reparasi ban sepeda yang bocor |
 |
Gerbang dusun Pamulung |
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 WITA saat kami meninggalkan markas. Agak siang memang, namun kami bersemangat, meski cuman berlima tak apalah. Melewati bypass handphone almos berbunyi, rupanya wawan, menanyakan lokasi, dia ternyata mau ikut bersepeda. Baiklah, kami akhirnya menunggu dia di warung langganan kami di bypass sambil memesan white coffee dan teh panas. Tak lama kemudian dia muncul dan bergabung. Selesai ngopi kami bermaksud melanjutkan perjalanan, namun tak dinyana sepedanya wawan epos kempes ban belakangnya. Untung dia menggunakan sepeda yang memakai freehub dan quick release sehingga mudah dibongkar. Ternyata bocor tertusuk duri. Untunglah kami membawa ban dalam cadangan, sehingga tak perlu menambal. Kelar bongkar pasang, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju ke arah utara.
Menyusuri bypass kami mengayuh pedal menuju dusun Pamulung. Tak lama tampak gerbang dusun Pamulung begitu kami berbelok ke kiri dari bypass, jalan masih beraspal, namun lebih rendah kelasnya dari ruas bypass mengingat jalan ke arah dusun Pamulung hanya jalan kabupaten. Pamulung merupakan salah satu dusun di Desa Karang Dima Kecamatan Labuhan Sumbawa. Pamulung merupakan salah satu dusun budaya di dalam dokumen Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang perlu ditata dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan daya saing sektor kepariwisataan daerah. Namun perjalanan kami kali ini hanya melewati wilayah dusun Pamulung menuju dusun Uma Buntar, Desa Pelat Kecamatan Unter Iwes.
 |
Tanjakan pertama menuju Uma Buntar |
 |
View tanjakan dari atas |
Lepas dari Pemulung, tanjakan pertama menuju dusun Uma Buntar datang menyapa. Tanjakan ini masih berada di wilayah dusun Pemulung, medannya terjal dan relatif panjang, sehingga susah ditaklukkan. Pada waktu pertama kali dulu bersepeda ke sini belum sampai pertengahan tanjakan kita sudah turun dari sepeda. Kali ini, berbekal pengalaman di waktu lalu, kita mengawali tanjakan dengan gigi rendah, sehingga pelan namun pasti tanjakan dapat terlewati. Hanya Wawan Epos dan Moleq yang tersengal-sengal melewati tanjakan ini, dan sesampai di puncak tanjakan kami mengambil waktu sejenak untuk minum dan mengatur nafas yang terengah-engah melewati tanjakan.
 |
Wawan Epos sukses menaklukkan tanjakan pemulung |
 |
Beristirahat di puncak tanjakan |
Setelah ritme nafas mulai teratur, perjalanan dilanjutkan kembali. Jalan di depan masih beraspal, namun sudah mulai rusak ringan, di sana sini tampak cracking, berliku dan menanjak meski tidak terjal. Dengan gigi sepeda 2-5 tanjakan itu dilalui dengan mudah. Setiba di ujung jalan yang beraspal tampak jalan macadam. Kamipun beristirahat sejenak, untuk mengatur tenaga. Sebatang Marlboro merah milik RockinMaster menjadi teman beristirahat, mengingat suhu dingin perbukitan pada saat pagi menjelang siang merupakan suasana yang pas untuk menikmati rokok milik Philip Morris itu.
 |
Istirahat di ujung aspal |
Sejurus kemudian kami mengayuh pedal kembali. Kali ini Moleq dan Wawan Epos kami minta jalan duluan, biar nggak keteteran karena belum pernah bersepeda jauh. Melewati jalan macadam membuat sepeda bergeronjal. Apalagi spek sepeda kami bukan untuk mountain bike sejati, namun karena kegemaran kami bersepeda sambil menikmati alam tidak menyurutkan semangat untuk menantang medan cross country, all mountain bahkan downhill sekalipun yang tentunya dengan resiko masing-masing.
Setelah cukup jauh dari lokasi terakhir kami berhenti tampak Moleq dan Wawan Epos sedang mengaso di kejauhan di depan kami. Kami pun segera bergabung dan re-grouping. Karena kelelahan dan berkeringat tak tahan Wawan Epos sampai membuka kostum bertelanjang dada sambil menikmat hawa dingin pegunungan. "Nafas masih okay!" kata Wawan, "cuman paha agak sedikit kram', lanjutnya. RockinMaster pun dengan sigap mengeluarkan perbekalan, demikian juga yang lain, sambil ngemil untuk carbo-loading, diselingi minum air persediaan di sepeda kami ngobrol ngalor ngidul.
 |
Saatnya buka kostum |
 |
Geraaaahhh... |
Setelah melepas penat, kayuhan pedal dimulai lagi. Dusun Uma Buntar sudah di depan mata. Jalan tanah berbatu masih mewarnai perjalanan kami. Selepas Uma Buntar tampak jalan yang menyempit di depan. Sepertinya jalan ini hanya dilewati oleh kendaraan roda dua, karena hanya berupa single track. Namun agak jauh di depan mulai tampak jalan tanah double-track bekas kendaraan roda empat yang dikelilingi semak belukar. Kayuhan pedalpun terus bergulir karena matahari mulai meninggi, sementara air persediaan sudah mulai menipis. Kali ini ketum dan rockin berada di depan meninggalkan jejak roda sepeda di tanah.
 |
Ketum dan RockinMaster |
Setelah 30 menit mengayuh pedal akhirnya kami tiba di belokan menuju Desa Klungkung. Ada pagar pembatas dari bambu di situ yang menjadi tanda. Kami berhenti sejenak untuk beristirahat dalam rangka menyiapkan tenaga untuk menaklukkan 3 (tiga) tanjakan yang membentang di hadapan kami. Wawan Epos tampak kelelahan, tak tahan ia sampai buka kostum dan tiduran di tanah. Biarlah ia beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga dan mengistirahatkan pahanya yang kram.
Kondisi Wawan Epos sebelum dan sesudah mencapai Uma Buntar
Setelah cukup lama beristirahat, perjalananpun kami teruskan. Mendaki tanjakan demi tanjakan sampai kami tiba di Desa Klungkung. Memasuki Desa Klungkung kami mengambil belokan ke kanan, menuju Ai Senyir, jalan setapak menurun ke ruas jalan provinsi yang menuju ke arah Semongkat. Jalan setapak membentang dan turunan curampun menyapa. Kami berhenti sejenak menikmati view pegunungan yang hijau menawan, sekaligus foto-foto.
 |
Foto-foto di turunan Ai Senyir, Klungkung |
Setelah kelar foto-foto dan menikmati pemandangan pegunungan, kamipun beranjak ke sepeda masing-masing untuk melanjutkan menuruni turunan Ai Senyir.
Menuruni turunan curam tersebut kami sedikit was was, kalau saja ada yang remnya blong, alamat pasti ada yang cidera, mengingat di bawah sana batu cadas dan tanah keras menanti.
 |
Moleq dengan sepeda tiga rem |
Pertama Almos mengeksekusi turunan tersebut, mengandalkan rem cakram tektro aries depan belakang akhirnya ia sampai di bawah persis di depan bak penampuangan air Ai Senyir. Kemudian Ketum, lalu Rockin, Wawan Epos dan Sencong. Sesampainya kami di bawah Moleq ternyata masih di atas. Tak berani rupanya dia mengeksekusi turunan itu. Setelah diteriakin dari bawah akhirnya dia memberanikan diri juga untuk turun perlahan-lahan. Kakinya belum berani dia naikkan ke pedal sepeda, takut tergelincir. Pelan tapi pasti sampai juga di di lokasi kami menunggu. 'Ngeri!' serunya. 'Mending nanjak ketimbang menurun' kata dia lagi, rupanya karena sepedanya Arie300 yang dipake, penyakit takut ketinggian itu pun menular ke dia. Selepas Ai Senyir, jalan tanah di depan semakin susah dilalui, akibat kena gerusan air pada saat hujan sehingga harus turun dari sepeda dan sepeda kamipun harus digotong.
 |
Jalan tanah yang menganga |
 |
Ketum dan Sencong gotong sepeda |
Setiba di ruas jalan provinsi yang menuju ke Semongkat, kami sepakat untuk kembali ke Sumbawa Besar aja. Tidak jadi mengeksekusi lanjuta rute Uma Buntar ke Semongkat Sampar, mengingat hari sudah siang dan sebagian dari kami sudah kelelahan. Serasa kembali ke peradaban begitu mengayuh pedal di ruas jalan yang bernama Sumbawa Besar - Semongkat - Batudulang itu. Setiba di Simpangan Klungkung kami berhenti untuk beristirahat dan ngopi karena di situ ada warung kopi dan berugak tempat duduk-duduk.
 |
Beristirahat di berugak Simpangan Klungkung |
Setelah nongkrong, ngopi dan ngobrol-ngobrol selama 15 menit, kamipun beranjak pulang. Perjalanan pulang merupakan bonus bagi kami kami karena jalannya beraspal dan menurun dari Simpangan Klungkung hingga ke Simpangan Sering, kurang lebih 9 (sembilan kilometer). Akhirnya setelah 5 (lima) jam bersepeda kamipun sampai di rumah.
Editor blog cakwess ni sdh pantes menjadi editor kompas..
BalasHapusMember cakwes hanya membaca saja tanpa meninggalkan jejak. Ayo kommentnya mana.?